Minggu, 18 Maret 2018

Wow, Pemandangan dari Pusuk Buhit Mirip di Switzerland

Pusuk Buhit menjadi destinasi yang cukup direkomendasi jika anda ingin melihat sudut lain dari Danau Toba.

Barisan perbukitan, persawahan hingga air tujuh rasa dan kampung Raja Batak, menjada daya tarik tempat ini.

Bagi anda yang tidak biasa tracking, awalnya langkah kaki terasa berat sedari di kaki gunung, bukan karena kelelahan mendaki tapi karena asyik mondar-mandir mendokumentasikan tiap sudut dan angle bukit dan pemandangan sekitar di dataran terjal.

Ada 3 kecamatan yang berada langsung di bawah gunung Pusuk Buhit, yakni Kecamatan Sianjur Mula-mula, Pangururan dan Harian Boho.

Bagi anda yang berjiwa berpetualangan kawasan Pusuk Bukit memiliki kontur lahan yang sangat berbeda dari gunung-gunung lainnya.

Jalan berliku-liku yang memutari bukit. Menawarkan padang savana seperti yang ada di pendakian ke Gunung Rinjani, Lombok. Bahkan keindahan bunga matahari tumbuh mekar menjadi penghias di kawasan kaki gunung.

Jika cuaca sedang tidak berkabut, pemandangan bukit-bukit sekitaran Danau Toba dan persawahan yang berkotak-kotak dengan aneka warna tampak indah dari atas gunung.

Untuk mencapai ke puncak Pusuk Buhit ada 7 bukit yang harus diputari jika anda melalui rute datar, lama perjalanan bisa mencapai 7 jam.

Tapi jika ingin jalur menantang ada rute singkatnya, yakni melewati 7 tanjakan dengan melewati kontur tanah yang curam dan terjal, lama perjalanan paling lama hanya 4 jam.

Dua rute tersebut merupakan jalur dari Desa Limbong, akses yang sudah dibuka oleh masyarakat sekitar yang juga sering menyambangi puncak bukit untuk memanjatkan harapan. Ya, Pusuk Buhit masih dianggap gunung sakral dan keramat yang penuh mitos dapat mengabulkan doa, sehingga penduduk sekitar cukup rutin ke Pusuk Buhit.


Pelancong menikmati pemandang bukit dan persawahan warga dari kaki Gunung Pusuk Buhit, Pulau Samosir, Sumatera Utara.  
Pusuk Buhit terdiri dari berlapis-lapis bukit. Melewati bukit satu persatu, adakalanya semakin menjauhkan pendaki dari puncak yang sebenarnya. Hal ini disebabkan luasnya diameter gunung ini, serta rute pendakian yang melingkar, sehingga di satu titik kita menjauh dari puncak.

"Minta apa ke Pusuk Buhit?" pertanyaan ini bakal sering ditanyakan penduduk saat ada wisatawan atau pendatang mendaki gunung mati dengan ketinggian 1.500 meter lebih dari permukaan laut dan 1.077 meter dari permukaan Danau Toba ini menyambangi Pusuk Buhit, Samosir, Sumatera Utara.

Jangan buru-buru bingung, karena Pusuk Buhit masih dianggap gunung keramat dan menjadi tempat sakralnya orang Batak. Konon, orang Batak pertama, Siraja Batak diyakini diturunkan di Pusuk Buhit dan mendirikan kampung yang kini disebut Sianjur Mula-mula.

Ada kepercayaan, Siraja Batak yang diturunkan di Pusuk Buhit merupakan keturunan dari Dewa, sehingga tidak sedikit yang datang ke sana memiliki maksud tertentu.

Kaban, seorang Warga Negara Asing yang tinggal di Switzerland menuturkan pemandangan Pusuk Buhit mirip seperti di sana. Mulai dari perbukitan hijau hingga persawahannya.

"Saya tidak menyangka Sumatera Utara memiliki pemandangan yang cukup indah dan mirip Switzerland, indah sekali," katanya.

Uniknya Batu Pertolongan Garden of God yang menjadi soroton saat sampai di bukit keempat gunung Pusuk Buhit, Samosir, Sumatera Utara karena ada kejadian mistis kerap kali terjadi di sana.

Konon para pendaki yang berbuat kurang baik atau berbicara kotor dibuat berputar atau kembali ke bawah, alias tidak sampai-sampai ke puncak gunung.

Kabut di sekitar Batu Pertolongan pun terbilang tebal.

Para pendaki melewati jalur singkat menuju Gunung Pusuk Buhit, Pulau Samosir, Sumatera Utara. Jalur singkat ini dinamai Tujuh Tanjakan. 
Pantauan Tribun Travel selama lebih 30 menit beristirahat dan melakukan wawancara dengan pendaki, keadaan terus berkabut hingga jalan ke puncak pun tidak tampak lagi.
Seorang pendaki yang telah 3 kali mendaki Pusuk Buhit, Irwan, menuturkan, di area Batu Pertolongan memang sering berkabut padahal cuaca cerah di bawah kaki gunung. Namun saat melewati area ini atau sudah sampai ke atas puncak, kabutnya tidak ada alias terang.

"Mungkin ada penjelasan ilmiahnya yang tidak saya tahu. Tapi beberapa kali saya mendaki sering kali di sini berkabut padahal di bawahnya dan di bukit setelah melewati Batu Pertolongan tidak. 

Tapi memang sewaktu saya datang memang selalu musim hujan, mungkin itu hanya kabut mendung yang tidak jadi hujan, karena sudah berada di kawasan puncak jadi kabutnya cukup tebal. Di paling puncak tidak, mungkin kebetulan saja pas saya ke atas, mendungnya sudah hilang bersama kabut di atas sehingga saya sampai atas tidak melihat kabut lagi," katanya.

Sumber: medan.tribunnews.com
Penulis : Silfa Humairah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar